Undang
Undang Dasar adalah sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus
tentang bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan. Pernyataan dari Dr. A.
Hamid S. Attamimi dalam disertasinya yang berjudul Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara (hlm. 215) tersebut menegaskan bahwa konstitusi dan
negara merupakan lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Menurut
Prof. Mr. Djokosutono, pentingnya konstitusi dapat dilihat dari dua segi, yaitu
segi isi (naar de inhoud) karena
konstitusi memuat dasar dari struktur dan memuat fungsi negara, serta dari segi
bentuk (naar de maker) karena yang
memuat konstitusi bukan sembarang orang atau lembaga. Atau seperti yang
disebutkan oleh K.C. Wheare dalam Modern
Political Constitution (hlm. 56), konstitusi dibuat oleh badan yang
mempunyai wewenang hukum yaitu sebuah badan yang diakui sah untuk memberikan
kekuatan hukum pada konstitusi.
Karena
dipercayakannya pembuatan konstitusi tersebut pada satu pihak tertentu,
dimungkinkan adanya konstitusi yang sama sekali hampa karena tidak ada
pertalian yang nyata antara pihak yang merumuskan konstitusi dengan pihak yang
benar-benar menjalankan pemerintahan negara, atau konstitusi yang berlaku namun
tidak dapat dijalankan karena kepentingan suatu golongan/kelompok atau
kepentingan pribadi penguasa semata. Karenanya, Karl Loewenstein membagi
penilaian konstitusi kepada tiga jenis, yaitu:
- Konstitusi yang mempunyai nilai normatif, konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi tersebut bukan hanya berlaku dalam arti hukum, akan tetapi juga merupakan suatu kenyataan yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif. Dengan kata lain konstitusi itu dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
- Konstitusi yang mempunyai nilai nominal, konstitusi yang secara hukum berlaku tetapi kenyataannya kurang sempurna. Sebaba pasal-pasal tertentu dari konstitusi tersebut dalam kenyataannya tidak berlaku.
- Konstitusi yang mempunyai nilai semantik, konstitusi yang secara hukum tetap berlaku namun dalam kenyataannya adalah sekedar untuk memberikan bentuk dari tempat yang telah ada, dan dipergunakan untuk melaksanakan kekuasaan politik. Jadi kontitusi tersebut hanyalah sekedar suatu istilah belaka, sedangkan dalam pelaksanaannya hanyalah dimaksudkan untuk kepentingan pihak penguasa.
Berdasarkan
uraian mengenai nilai penting mengenai konstitusi suatu negara di atas (Teori dan Hukum Konstitusi, hlm 63-68),
penulis melakukan identifikasi terhadap Undang Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi
Indonesia. Secara keseluruhan, UUD 1945 merupakan sebuah produk hukum yang
tentunya diharapkan memiliki nilai normatif, namun pada kenyataannya masih
terdapat nilai-nilai yang hanya bersifat nominal atau bahkan semantik.
Nilai-nilai
yang bersifat normatif diantaranya adalah pasal-pasal dalam BAB XV yang
membahas bendera, bahasa, lambang serta lagu kebangsaan. Sisanya, menurut
analisis penulis, pada umumnya bernilai nominal. Pasal-pasal mengenai
perlindungan hak asasi manusia, penjaminan fakir-miskin dan anak terlantar,
pendidikan masih hanya merupakan ketentuan konstitusi belaka yang belum
diterapkan sepenuhnya. Bahkan beberapa pasal dalam BAB III mengenai kekuasaan
pemerintahan negara cenderung bernilai semantik. Seperti dalam pasal 11 hasil
amandemen, yang memberikan kekuasaan lebih besar pada Dewan Perwakilan Rakyat
daripada sebelum amandemen, seolah-olah konstitusi merupakan alat melaksanakan
kekuasaan politik dengan memanfaatkan kondisi negara yang pada awalnya executive heavy menjadi diarahkan pada legislative heavy.
Oleh
karenanya, pasal-pasal dalam UUD 1945 yang masih bernilai nominal perlu
mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk dijadikan sebuah nilai yang
normatif. Nilai-nilai yang bersifat semantik pun sudah perlu ditinjau apakah memang
perlu dipertahankan atau tidak. Beberapa pasal yang cenderung mengarah pada
kekuasaan legislatif yang superior tidak sejalan dengan sistem pemerintahan
Indonesia saat ini yang menganut sistem presidensial, seperti yang secara tegas
disebutkan dalam pasal 4 ayat (1). Beberapa pasal lainnya pun masih bersifat
politis, khususnya yang berkaitan dengan lembaga negara dan
kewenangan-kewenangannya, sehingga perlu diingatkan lagi kepada para
legislator, bahwa UUD ini membawa kepentingan seluruh rakyat Indonesia, bukan
hanya semata-mata kepentingan kelompok tertentu saja.
makasi uda membantu I Love You
ReplyDeletemau minta tolong, contohnya nilai normatif,nominal, dan semantiknya?
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteTerimakasih untuk penjelasannya... Sangat bermanfaat :)
ReplyDelete