Saturday, September 7, 2013

Nilai-nilai konstitusi yang terkandung dalam Undang Undang Dasar 1945


Undang Undang Dasar adalah sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, sekaligus tentang bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan. Pernyataan dari Dr. A. Hamid S. Attamimi dalam disertasinya yang berjudul Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara (hlm. 215) tersebut menegaskan bahwa konstitusi dan negara merupakan lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Menurut Prof. Mr. Djokosutono, pentingnya konstitusi dapat dilihat dari dua segi, yaitu segi isi (naar de inhoud) karena konstitusi memuat dasar dari struktur dan memuat fungsi negara, serta dari segi bentuk (naar de maker) karena yang memuat konstitusi bukan sembarang orang atau lembaga. Atau seperti yang disebutkan oleh K.C. Wheare dalam Modern Political Constitution (hlm. 56), konstitusi dibuat oleh badan yang mempunyai wewenang hukum yaitu sebuah badan yang diakui sah untuk memberikan kekuatan hukum pada konstitusi.

Karena dipercayakannya pembuatan konstitusi tersebut pada satu pihak tertentu, dimungkinkan adanya konstitusi yang sama sekali hampa karena tidak ada pertalian yang nyata antara pihak yang merumuskan konstitusi dengan pihak yang benar-benar menjalankan pemerintahan negara, atau konstitusi yang berlaku namun tidak dapat dijalankan karena kepentingan suatu golongan/kelompok atau kepentingan pribadi penguasa semata. Karenanya, Karl Loewenstein membagi penilaian konstitusi kepada tiga jenis, yaitu:

  • Konstitusi yang mempunyai nilai normatif, konstitusi yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi tersebut bukan hanya berlaku dalam arti hukum, akan tetapi juga merupakan suatu kenyataan yang hidup dalam arti sepenuhnya diperlukan dan efektif. Dengan kata lain konstitusi itu dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
  • Konstitusi yang mempunyai nilai nominal, konstitusi yang secara hukum berlaku tetapi kenyataannya kurang sempurna. Sebaba pasal-pasal tertentu dari konstitusi tersebut dalam kenyataannya tidak berlaku.
  • Konstitusi yang mempunyai nilai semantik, konstitusi yang secara hukum tetap berlaku namun dalam kenyataannya adalah sekedar untuk memberikan bentuk dari tempat yang telah ada, dan dipergunakan untuk melaksanakan kekuasaan politik. Jadi kontitusi tersebut hanyalah sekedar suatu istilah belaka, sedangkan dalam pelaksanaannya hanyalah dimaksudkan untuk kepentingan pihak penguasa.

Berdasarkan uraian mengenai nilai penting mengenai konstitusi suatu negara di atas (Teori dan Hukum Konstitusi, hlm 63-68), penulis melakukan identifikasi terhadap Undang Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Indonesia. Secara keseluruhan, UUD 1945 merupakan sebuah produk hukum yang tentunya diharapkan memiliki nilai normatif, namun pada kenyataannya masih terdapat nilai-nilai yang hanya bersifat nominal atau bahkan semantik.

Nilai-nilai yang bersifat normatif diantaranya adalah pasal-pasal dalam BAB XV yang membahas bendera, bahasa, lambang serta lagu kebangsaan. Sisanya, menurut analisis penulis, pada umumnya bernilai nominal. Pasal-pasal mengenai perlindungan hak asasi manusia, penjaminan fakir-miskin dan anak terlantar, pendidikan masih hanya merupakan ketentuan konstitusi belaka yang belum diterapkan sepenuhnya. Bahkan beberapa pasal dalam BAB III mengenai kekuasaan pemerintahan negara cenderung bernilai semantik. Seperti dalam pasal 11 hasil amandemen, yang memberikan kekuasaan lebih besar pada Dewan Perwakilan Rakyat daripada sebelum amandemen, seolah-olah konstitusi merupakan alat melaksanakan kekuasaan politik dengan memanfaatkan kondisi negara yang pada awalnya executive heavy menjadi diarahkan pada legislative heavy.


Oleh karenanya, pasal-pasal dalam UUD 1945 yang masih bernilai nominal perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk dijadikan sebuah nilai yang normatif. Nilai-nilai yang bersifat semantik pun sudah perlu ditinjau apakah memang perlu dipertahankan atau tidak. Beberapa pasal yang cenderung mengarah pada kekuasaan legislatif yang superior tidak sejalan dengan sistem pemerintahan Indonesia saat ini yang menganut sistem presidensial, seperti yang secara tegas disebutkan dalam pasal 4 ayat (1). Beberapa pasal lainnya pun masih bersifat politis, khususnya yang berkaitan dengan lembaga negara dan kewenangan-kewenangannya, sehingga perlu diingatkan lagi kepada para legislator, bahwa UUD ini membawa kepentingan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya semata-mata kepentingan kelompok tertentu saja.

4 comments:

  1. makasi uda membantu I Love You

    ReplyDelete
  2. mau minta tolong, contohnya nilai normatif,nominal, dan semantiknya?

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Terimakasih untuk penjelasannya... Sangat bermanfaat :)

    ReplyDelete