Saturday, September 7, 2013

Constitutional Culture: Budaya Konstitusi


Resume dan Terjemahan lepas dari  A Constitutional Culture in Tradition oleh Cheryl Saunders

Constitutional Culture, atau budaya konstitusi, mungkin perlu untuk diperjelas ketika ada kebutuhan untuk memasukkan berbagai hipotesa yang berada di balik sebuah konstitusi, dan berbagai pendekatan yang mempengaruhi pelaksanaannya di dalam praktek. Pada akhirnya, ia dapat merupakan hasil dari pengalaman sejarah, filosofi-filosofi yang dominan, dan situasi ekonomi atau sosial tertentu. Constitutional Culture tidak sinonim dengan konstitusi itu sendiri, walaupun jelas ia akan memiliki pengaruh yang besar terhadapnya.

Kebudayaan selalu menjadi faktor yang kompleks ketika sistem konstitusional atau beberpa aspek darinya ditransplantasi dari satu jurisdiksi ke jurisdiksi lainnya. Transplantasi bukanlah sebuah fenomena baru. Di akhir abad ke-20, kebanyakan sistem konstitusi merupakan sebuah imitasi atau pernah mengimitasi dalam beberapa bagiannya, dengan pengecualian beberapa sistem yang lebih tua seperti Inggris, Amerika Serikat dan Perancis. Permasalahan budaya dapat muncul dari transplantasi, bahkan dalam kasus negara-negara yang berbagi sistem hukum dan tradisi dan secara umum dapat diperbandingkan dalam perkembangan ekonomi mereka, serta pengharapan sosial dan politiknya. Pengaruh budaya atas suksesnya sebuah transplantasi selalu tersembunyi. Ia mulai menarik perhatian yang lebih besar pada tahun 1990an, dalam kebangkitan proses constitution making di Eropa Tengah dan Eropa Timur, di Afrika Selatan dan tempat-tempat lainnya.

Isu budaya paling jelas muncul dari transplantasi atas pengaturan konstitusional di antara legal families yang berbeda atau dalam kondisi yang mensyaratkan format aslinya untuk berhadapan dengan kebutuhan sosial, ekonomi dan politik yang sangat berbeda. Isu budaya ini dapat diperburuk jika transplantasi tersebut dipaksakan bukannya secara sukarela, walaupun dalam kedua kasus tersebut masalah budaya dimungkinkan untuk diperhitungkan dalam proses transplantasinya. Isu budaya juga dapat muncul dari transplantasi bahkan ketika negara-negara yang terlibat dalam proses transplantasi tersebut berbagi sistem hukum dan tradisi yang sama dan dapat diperbandingkan secara luas dalam perkembangan ekonomi serta pengharapan sosial dan politik.

Budaya konstitusional yang memiliki ciri khas biasanya dapat berkembang secara paralel dengan sistem konstitusi apapun. Australia merupakan salah satu contohnya. Beberapa karakteristik yang penting dari budaya konstitusi Australia terlihat jelas bahkan sebelum masa federasi dan berlanjut setelahnya. Singkatnya, masyarakat Australia mementingkan egalitarianism dan fairness, walaupun persepsi atas keduanya dilihat dari sudut pandang komunitas Anglo-Celtic. Sifat tersebut pada akhirnya mengembangkan inovasi dalam pengaturan elektoralnya. Jadi, sejauh ini Australia tidak pernah dikonfrontasi dengan kebutuhan untuk menyelesaikan kunci dibalik konflik-konflik dalam pengaturan konstitusinya yang dapat dilihat dari berbagai model donornya dan merupakan hasil dari budaya konstitusi yang berbeda-beda, atau setidaknya sebagian darinya.


Kesimpulan dari tulisan tersebut, budaya konstitusi merupakan sebuah budaya yang melekat di suatu negara, yang menjadi dasar apa saja hal-hal yang diatur dalam konstitusinya, dan bagaimana pelaksanaannya dalam implementasi undang-undang tersebut dalam prakteknya. Budaya konstitusi merupakan ciri khas setiap negara dan berkembang sejalan dengan sistem konstitusi yang dianutnya.

No comments:

Post a Comment