Friday, September 11, 2009

Persyaratan Ambang Batas 2,5% bagi partai politik untuk mendapatkan kursi di Dewan Perwakilan Rakyat


Pasal 202 ayat (1) UU No 10 Tahun 2008

“Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% (dua koma lima perseratus) dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR.”

Threshold adalah salah satu unsur dalam sistem kepartaian multipartai dan sistem pemilihan perwakilan berimbang yang menetapkan bahwa suatu partai politik baru dapat menempatkan wakilnya di parlemen atau dewan perwakilan rakyat jika partai tersebut berhasil memperoleh persentase tertentu dari total suara nasional.[1]

Beberapa partai politik mengajukan permohonan uji materil ke MK atas undang-undang pemilihan umum, terkait masalah ambang batas 2,5% bagi partai politik untuk mendapatkan kursi di DPR, atau yang lebih dikenal dengan istilah parliamentary threshold. Ketentuan ini memiliki dampak yang sangat substansial; dengan threshold ini terdapat ‘pembatasan’ terhadap hak setiap orang untuk dapat duduk di kursi dewan perwakilan, di mana hak tersebut dibatasi oleh kemampuan partai politik untuk meraih threshold yang telah ditetapkan.

Partai politik merupakan satu-satunya cara bagi seseorang untuk dapat duduk di dewan perwakilan, karena tidak dimungkinkannya calon perseorangan dalam pemilihan anggota legislatif di Indonesia. Adanya pengaturan mengenai threshold semakin memperkecil kesempatan bagi setiap orang untuk dapat menjadi anggota legislatif. Dampak lainnya, akan terdapat suara-suara yang hangus, sehingga pertanggungjawaban pemerintah terhadap suara yang hangus tersebut dipertanyakan, apalagi kita menganut bahwa setiap suara memiliki nilai yang sama.

Namun di sisi lain, ketentuan threshold ini dapat meningkatkan efisiensi di parlemen, karena jumlah partai politik yang lebih sedikit akan menujang sistem presidensial yang kita anut. Dalam sistem presidensial, parlemen memiliki fungsi yang mendukung pemerintah, sehingga dengan jumlah partai politik yang sedikit suara yang ada di parlemen pun akan lebih bulat dan tidak terpecah-pecah menjadi suara-suara kecil yang tidak signifikan. Program kerja pemerintah akan berjalan dengan baik jika didukung dengan lembaga legislatif yang tidak terdiri dari terlalu banyak fraksi.

Selain itu, parliamentary threshold akan menjadi proses seleksi yang selektif bagi partai politik untuk dapat mengikuti pemilu. Saya sendiri lebih setuju dengan sistem multi-partai sederhana untuk Indonesia, sehingga threshold yang memiliki tujuan ke arah pengerucutan jumlah partai politik menurut saya merupakan sebuah sistem yang tepat untuk memperbaiki kinerja dewan perwakilan yang mulai kehilangan kewibawaannya di mata rakyat.



[1] Miriam Budiardjo, dalam salah satu bukunya yang berjudul Fungsi Legislatif dalam Sistem Politik Indonesia.

No comments:

Post a Comment