Saturday, August 15, 2009

Kedudukan MA dan MK: Analisis Komparatif dengan SOC dan FCC Jerman

Seperti yang dikatakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang pertama, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., MK merupakan salah satu produk reformasi ketatanegaraan yang dibentuk dengan maksud untuk mengawal dan menjaga agar konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme law of the land) benar-benar dijalankan atau ditegakkan dalam penyelenggaraan kehidupan kenegaraan sesuai dengan prinsip-prinsip Negara Hukum modern, dimana hukumlah yang menjadi faktor penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial, ekonomi dan politik di suatu negara.

Melihat pendapat Prof. Jimly tersebut, terlihat bahwa terdapat harapan yang begitu besar akan keberadaan MK ini terhadap penegakan hukum di Indonesia. MK diharapkan dapat menjadi pendamping Mahkamah Agung (MA) dengan kedudukan yang sejajar, dimana seperti yang diungkapkan Prof. Jimly juga bahwa MK diharapkan dapat menjadi court of law yang mengimbangi kedudukan MA sebagai court of justice.

Tapi, pada kenyataannya, MA masih diberikan kewenangan untuk melakukan judicial review, yang merupakan bukti masih terdapatnya peran MA sebagai court of law. Sebaliknya, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan untuk melakukan pencarian ‘kesalahan’ dan ‘tanggung jawab pidana’ dalam pemutusan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden (impeachment), yang juga membuktikan terdapatnya peran MK sebagai court of justice.

Berbeda dengan di Jerman, yang juga memiliki badan yang serupa dengan MK, yang dikenal dengan Federal Constitutional Court. Ditegaskan, bahwa Federal Constitutional Court merupakan court of justice, yang memiliki kedudukan yang sama dengan empat lembaga konstitusi lainnya yang ada di Jerman. Sementara, fungsi utamanya sendiri sama dengan MK di Indonesia, dimana dalam Basic Law (Grundgesetz/GG - Konstitusi Jerman) Article 20 Subsection 3 disebutkan bahwa, “it is the responsibility of the Federal Constitutional Court as a constitutional body to ensure that the Basic Law, that is, the German constitution, is obeyed.

Dengan fungsi yang serupa, MK Indonesia dan Federal Constitutional Court memiliki peran yang berbeda, sebagai ‘pengadilan keadilan’ dan ‘pengadilan hukum’, sehingga hal ini membuatnya menjadi menarik untuk dikaji lebih jauh. Jerman sendiri diakui sebagai Negara yang sukses dalam membuat Federal Constitutional Courtnya sebagai lembaga penegakan konstitusi yang efektif. Selian itu, Federal Constitutional Court memiliki hubungan yang seimbang dengan Supreme Ordinary Courtnya, atau yang setara dengan MA di Indonesia, sehingga analisis komparatif kedua Mahkamah Konstitusi di dua negara ini dapat mencari solusi alternatif untuk penyelesaian sengketa kewenangan MK dan MA yang masih terus terjadi di Indonesia.

Semoga suatu saat saya memiliki cukup waktu untuk melakukan analisis komparatif mengenai hal ini. Atau sudah ada yang pernah melakukannya? Kalau ada yang tahu, atau punya pengetahuan lebih mengenai FCC dan SOC di Jerman, harap kabari ya, saya sangat tertarik mempelajari keduanya:)

Constitutional Complaint dan Metode Interpretasi Lewat Comparative Law

Perbandingan hukum tata negara membawa sebuah perubahan penting terhadap Mahkamah Konstitusi di dunia, mulai dari diterapkannya fungsi constitutional complaint di beberapa Mahkamah Konstitusi di berbagai negara dan juga dijadikannya perbandingan hukum tata negara tersebut sebagai salah satu metode interpretasi hakim dalam memutuskan perkara konstitusional. Di abad 21 ini isu yang masih selalu dibahas adalah pentingnya perlindungan hak asasi manusia. Fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai the guardian of constitution yang memastikan supremasi konstitusi merupakan salah satu perwujudan perlindungan HAM, karena salah satu muatan konstitusi yang utama adalah perlindungan HAM.

Dalam mengkaji permasalahan tersebut, penulis mencoba melakukan analisis komparatif dengan mahkamah-mahkamah konstitusi di Negara lain dikaitkan dengan perbandingan hukum tata negara di abad 21. Dengan memperhitungkan sisi baik dan buruk dari setiap perkembangan mahkamah konstitusi di dunia, dapat dilihat mengenai kemungkinan diberlakukannya sistem yang sama di Indonesia dengan segala konsekuensinya.

Jadi, semua perkembangan yang telah disebutkan dalam tulisan ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan upaya peningkatan perlindungan dari negara terhadap hak konstitusional warga negaranya. Constitutional complaint dan metode interpretasi lewat comparative law menunjukkan bahwa berbagai cara coba ditempuh untuk memastikan setiap individu memperoleh pemenuhan atas perlindungan haknya. Di Indonesia, perkembangan hukum tata negara yang menurut penulis paling berarti di abad 21 ini adalah dibentuknya MKRI. Pembentukan tersebut, seperti telah diuraikan di atas, tentunya tidak lepas dari perbandingan yang tentunya telah dilakukan oleh para pembuat undang-undang terhadap negara lain yang telah lebih dulu membentuk mahkamah konstitusi. Meskipun belum menganut constitutional complaint ataupun metode interpretasi lewat comparative law, setidaknya dengan pembentukan MKRI telah menunjukkan usaha dari pemerintah untuk meningkatkan pelayanannya dalam upaya melindungi hak-hak kita sebagai warga negara Indonesia.